Selasa, 20 November 2012

Percakapan di Sebuah Jembatan


Berdua kami melintasi jembatan sejarah
Tahun-tahun yang berhiaskan putih harapan dan merah darah
Dan aku bertanya: apakah yang sanggup mengubah luka menjadi pualam,
Yang membekukan airmata menjadi kristal garam?
Sahabatku berkata: Waktu.
Hanya waktu yang mampu.

Kulihat di kiri-kananku; pohon memudar, gedung kaca meruncing
Tahun-tahun yang berlumur peluh dan banjir rencana
Dan aku bertanya: apakah lelah kami cukup terbayar oleh petuah dan janji?
Apakah kemajuan sama dengan kebajikan?
Sahabatku berkata: Hati.
Hanya hati yang tahu.

Terkadang jembatan ini gamang dan berguncang
Tahun-tahun yang terasa garang dan panas mengerontang
Dan aku bertanya: mungkinkah kami tersesat dan hilang arah?
Bisakah pijakan ini goyah dan lantas punah?
Sahabatku berkata: Doa.
Hanya doa yang kuasa.
( oleh : Dewi Lestari )
Jembatan ini panjang kami lalui sudah
Tiada ujung yang kutangkap, tiada awal yang kukenal
Dan aku bertanya: akankah kami bertahan,
Sebagai nusantara, sebagai bangsa, sebagai manusia?
Sahabatku berkata: Pahami lautan tempat jembatan ini terbentang.
Kenali kekuatan waktu
Dalami pengetahuan hati
Selami kekalnya doa


Kabut menyapu jembatan dan sahabatku menghilang
Meninggalkan gugusan pulau tak berjudul dan samudera tak bernama
Namun di sini aku menguntai waktu, memerah hati, dan meratapkan doa
Demi jembatan ini sebagian kami mati, sebagian kami bertahan hidup
Dan aku bertanya: inikah kedaulatan yang sesungguhnya?
Saat manusia bersatu dengan apa yang mengelilinginya
Samudera waktu, hati, dan doa
Ia pun merdeka
Sebuah bangsa pun merdeka
Nusantara pun layak ada

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates